Raja Ampat yang Mempesona
Sejumlah
turis tampak asyik bersantap dan mengobrol santai sambil memandang lepas ke
arah laut yang didominasi warna biru, hijau, dan putih. Warna-warna itu muncul
karena pengaruh dari hamparan terumbu karang di dasar laut yang dangkal maupun
dalam. Mereka sedang menikmati makan siang di Papua Diving Resort, perairan Irian Jaya Barat.
Teriknya
matahari dan cerahnya udara justru membuat gemas para tamu untuk kembali
menyelam dan menyelam. Cahaya matahari kerap menembus celah-celah gelombang
laut sampai ke karang. Keelokan pemandangan dan biota lautnya memang membuat
kesan mendalam bagi para wisatawan. Bagi pencinta wisata pesisir dan bawah air
yang fanatik, Raja Ampat sangat dikenal bahkan dinilai terbaik di dunia untuk
kualitas terumbu karangnya.
Banyak
fotografer bawah laut internasional mengabadikan pesona laut Raja Ampat. Bahkan
ada yang datang berulang kali dan membuat buku khusus tentang keindahan terumbu
karang dan biota laut kawasan ini. Pertengahan 2006 lalu, tim khusus dari
majalah petualangan ilmiah terkemuka dunia, National Geographic, membuat
liputan di Raja Ampat yang akan menjadi laporan utama pada 2007.
Sebanyak
610 Pulau
Raja
Ampat adalah pecahan Kabupaten Sorong, sejak 2003. Kabupaten berpenduduk 31.000
jiwa ini memiliki 610 pulau (hanya 35 pulau yang dihuni) dengan luas wilayah
sekitar 46.000 km2, namun hanya 6.000 km2 berupa daratan, 40.000 km2 lagi
lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat
wisatawan langsung terpikat. Mereka seakan ingin menjelajahi seluruh perairan
di “Kepala Burung” Pulau Papua.
Wilayah
ini sempat menjadi incaran para pemburu ikan karang dengan cara mengebom dan
menebar racun sianida. Namun, masih banyak penduduk yang berupaya melindungi
kawasan itu sehingga kekayaan lautnya bisa diselamatkan. Terumbu karang di laut
Raja Ampat dinilai terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75
persennya berada di perairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis
moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. Luar biasa.
Bank
Dunia bekerja sama dengan lembaga lingkungan global menetapkan Raja Ampat
sebagai salah satu wilayah di Indonesia Timur yang mendapat bantuan Coral Reef
Rehabilitation and Management Program (Coremap) II, sejak 2005. Di Raja Ampat, program
ini mencakup 17 kampung dan melibatkan penduduk lokal. Nelayan juga dilatih
membudidayakan ikan kerapu dan rumput laut.
Eksotis
Papua
Diving, satu-satunya resor eksotis yang menawarkan wisata bawah laut di kawasan
itu, didatangi turis-turis penggemar selam yang betah selama berhari-hari
bahkan hingga sebulan penuh mengarungi lekuk-lekuk dasar laut. Mereka seakan
tak ingin kembali ke negeri masing-masing karena sudah mendapatkan “pulau surga
yang tak ada duanya di bumi ini”.
Pengelolanya
tak gampang mempersiapkan tempat bagi wisatawan. Maximillian J Ammer, warga
negara Belanda pemilik Papua Diving Resort yang juga pionir penggerak wisata
laut kawasan ini, harus mati-matian menyiapkan berbagai fasilitas untuk menarik
turis dari mancanegara. Sejak memulai usahanya delapan tahun lalu, banyak dana
harus dikeluarkan. Namun, hasilnya juga memuaskan. Setiap tahun resor ini
dikunjungi minimal 600 turis spesial yang menghabiskan waktu rata-rata dua
pekan.
Penginapan
sangat sederhana yang hanya berdinding serta beratap anyaman daun kelapa itu
bertarif minimal 75 euro atau Rp 900.000 semalam. Jika ingin menyelam harus
membayar 30 euro atau sekitar Rp 360.000 sekali menyelam pada satu lokasi
tertentu. Kebanyakan wisatawan datang dari Eropa. Hanya beberapa wisatawan asal
Indonesia yang menginap dan menyelam di sana.
“Turis
menyelam hampir setiap hari karena lokasi penyelaman sangat luas dan beragam.
Keindahan terumbu karangnya memang bervariasi sehingga banyak pilihan dan
mengundang penasaran. Ada turis yang sudah berusia 80 tahun masih kuat
menyelam,” tutur Max Ammer yang beristrikan perempuan Manado.
Tiga
tahun lalu, Papua Diving membangun penginapan modern tak jauh dari lokasi
pertama. Ternyata, penginapan yang dibangun dengan mengandalkan bahan bangunan
lokal ini hampir selalu penuh dipesan. Padahal tarifnya mencapai 225 euro atau
sekitar Rp 2,7 juta per malam. Di lokasi yang baru, dilengkapi peralatan
modern, termasuk fasilitas telepon internasional dan internet.
Turis
ke Raja Ampat hanya ingin ke Papua Diving di Pulau Mansuar karena fasilitas dan
pelayannya sudah berstandar internasional, juga makanannya. Mereka mendarat di
Bandara Domne Eduard Osok, Sorong, langsung menuju lokasi dengan kapal cepat
berkapasitas sekitar 10 orang yang tarifnya Rp 3,2 juta sekali jalan. Perlu
waktu sekitar 3-4 jam untuk mencapai Mansuar.
Seperti
pulau lainnya, Mansuar tampak asri karena hutannya masih terjaga dan air
lautnya pun bersih sehingga biota laut yang tidak jauh dari permukaan bisa
terlihat jelas. Turis cukup berenang atau ber-snorkelling untuk melihat
keindahan laut, sedangkan jika ingin mengamati langsung kecantikan biota laut
di kedalaman, mereka harus menyelam.
Merasa
Aman
Warga
lokal dilibatkan dalam pembangunan dan pengelolaan resor, bahkan 90 dari 100
karyawannya adalah warga Papua. Penduduk juga memasok ikan, sayur-mayur,
buah-buahan, dan lainnya. Salah satu paket wisatanya mengunjungi perkampungan
untuk melihat tanaman dan hewan khas setempat, termasuk burung Cendrawasih.
Banyak wisatawan yang menjadi donatur pembangunan gereja dan pendidikan
anak-anak sekitar Man- suar.
Max
Ammer mempunyai komitmen untuk meningkatkan ekonomi dan keterampilan warga
setempat. Mereka ada yang dilatih berbahasa asing dan menggunakan peralatan
selam. Wisatawan pun merasa aman di kala siang maupun malam saat menikmati
terik dan tenggelamnya matahari maupun saat berenang dan menyelam di laut yang
sangat dalam.
Selain
kelautan dan perikanan, Raja Ampat memiliki kekayaan sumber daya alam, antara
lain minyak bumi dan nikel. Di dasar lautnya juga banyak terdapat kapal-kapal
karam bekas Perang Dunia II yang diperkirakan memuat “harta karun” bernilai
tinggi. Namun, jika salah kelola, kegiatan eksploitasi semua itu dikhawatirkan
mengancam kelestarian dan keindahan alam lautnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar