1. Latar
belakang
Ada sinyal kuat bahwa memang telah terjadi distorsi etika
dan pelanggaran kemanusiaan yang hebat di Papua. Martabat manusia yang
seharusnya dijunjung tinggi, peradaban, kebudayaan, sampai mata rantai
penghidupan jelas-jelas dilanggar. Ketika sistematika kehidupan yang sangat
drastis tersebut sudah tidak bisa lagi ditahan, ledakan kemarahan komunitas itu
terjadi (Hutchins, M.J., et.al., 2007).
Itu adalah fakta keteledoran pemerintah yang sangat berat karena selama ini bersikap underestimate kepada rakyat Papua. Gagasan mendapatkan kesejahteraan dengan intensifikasi industrialisasi nyata-nyata gagal. Ironisnya, Freeport sebagai representasi hegemoni peradaban industrialisasi modern yang terkenal dengan implementasi konsep menghargai heterogenitas dan diversitas (Velasquez, M.G., 2006), rupa-rupanya, hanya jargon belaka. Dua kali pekerja Freeport melakukan aksi mogok kerja sejak Juli untuk menuntut hak normatifnya soal diskriminasi gaji, namun dua kali pula harus beradu otot.
Itu adalah fakta keteledoran pemerintah yang sangat berat karena selama ini bersikap underestimate kepada rakyat Papua. Gagasan mendapatkan kesejahteraan dengan intensifikasi industrialisasi nyata-nyata gagal. Ironisnya, Freeport sebagai representasi hegemoni peradaban industrialisasi modern yang terkenal dengan implementasi konsep menghargai heterogenitas dan diversitas (Velasquez, M.G., 2006), rupa-rupanya, hanya jargon belaka. Dua kali pekerja Freeport melakukan aksi mogok kerja sejak Juli untuk menuntut hak normatifnya soal diskriminasi gaji, namun dua kali pula harus beradu otot.
2. Landasan
Teori
Kata “etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang
sama dan karena itu pula “etika bisnis” bisa berbeda artinya. Etika sebagai
praksis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau
justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan. Sedangkanetis,
merupakansifat daritindakan yang sesuaidengan etika. Peranan Etika dalam Bisnis
: Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3
hal pokok yaitu :
1. Produk yang baik
2. Managemen yang baik
3. Memiliki Etika Selama perusahaan
memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu
dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya
manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat
atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tersebut. Bisnis
merupakan suatu unsur mutlak perlu dalam masyarakat modern. Tetapi kalau
merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak
dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam
pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral. Mengapa bisnis harus
berlaku etis? tekanan kalimat ini ada pada kata “harus”. Dengan kata lain, mengapa bisnis tidak bebas untuk berlaku
etis atau tidak? tentu saja secara faktual, telah berulang kali terjadi hal-hal
yang tidak etis dalam kegiatan bisnis, dan hal ini tidak perlu disangkal,
tetapi juga tidak perlu menjadi fokus perhatian kita. Pertanyaannya bukan tentang
kenyataan faktual, melainkan tentang normativitas, yaitu : seharusnya, bagaimana, dan apa
yang menjadi dasar untuk keharusan itu. Mengapa bisnis harus berlaku etis,
sebetulnya sama dengan bertanya mengapa manusia pada umumnya harus berlaku
etis. Bisnis disini hanya merupakan suatu bidang khusus dari kondisi manusia
yang umum. Jawabannya ada tiga yaitu :
·
Tuhan
melalui agama/kepercayaan yang dianut, diharapkan setiap pebisnis akan
dibimbing oleh iman kepercayaannya, dan menjadi tugas agama mengajak para
pemeluknya untuk tetap berpegang pada motivasi moral.
·
Kontrak
Sosial, umat manusia seolah-olah pernah mengadakan kontrak yang mewajibkan
setiap anggotanya untuk berpegang pada norma-norma moral, dan kontrak ini
mengikat kita sebagai manusia, sehingga tidak ada seorangpun yang bisa
melepaskan diri daripadanya.
·
Keutamaan,
Menurut Plato dan Aristoteles, manusia harus melakukan yang baik, justru karena
hal itu baik. Yang baik mempunyai nilai intrinsik, artinya, yang baik adalah
baik karena dirinya sendiri. Keutamaan sebagai disposisi tetap untuk melakukan
yang baik, adalah penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia. Manusia yang
berlaku etis adalah baik begitu saja, baik secara menyeluruh, bukan menurut
aspek tertentu saja.
1.
Pengertian MNC (Multinational
Corporation)
Multinational Corporations (MNCs), term ini memilki beberapa
definisi, yang pertama menandakan adanya internasionalisasi managemen dan
kepemilikan saham tidak lagi berperan. Kedua, sebagian besar aktivitas MNCs
telah melintasi batas kedaulatan negara. MNCs, tidak diragukan lagi merupakan
aktor non-negara yang memiliki peran sangat besar dalam dunia internasional dan
juga sangat kontroversial. Jadi dapat disimpulkan, bahwa MNC adalah
sebuah perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu
negara tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang. Contohnya
termasuk General Motors, Coca-Cola, Firestone, Philips, Volkswagen, British
Petroleum, Exxon, Freeport dan ITT. Sebuah perusahaan akan menjadi perusahaan
multinasional berdasarkan keuntungan untuk mendirikan produksi dan kegiatan
lainnya di lokasi asing.
Ciri-ciri
MNC
·
Perusahaan
harus membuat keputusan-keputusan mengenai pendapatan proyek dalam berbagai
jenis valas yang akan mempengaruhi berbagai operasi perusahannya.
·
MNC
mengambil keputusan-keputusan berkaitan dengan strategi penetrasi pasar,
pemilihan operasional di luar negeri serta aktivitas produksi, marketing dan
keuangan yang paling efisien bagi perusahaan secara keseluruhan.
2.
Perumusan Masalah
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi
dari Freeport-McMoRan Copper & Gold
Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap
bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran
tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan
konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan
multinasional (MNC),yaitu perusahaan internasional atau transnasional yang
berkantor pusat di satu negara tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan
berkembang..
Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT.
Freeport Indonesia :
·
Mogoknya
hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan
indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di
seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih
rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama.
Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain
mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan
buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar
pertimbangannya.
·
Biaya
CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa
karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua
membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta
punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi
tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain
bertentangan dengan PP 76/2008
tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti
paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F.,
et.al., 2006). Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak,
adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang
terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut
di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi
kawasan, nasional, bahkan global.
Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang
otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja
adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah
suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang
lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik,
sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang
layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di
Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal
normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa
kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata sia-sia. Berkali-kali perjanjian
kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor
11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan
UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk
menambah kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT
FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan
Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia. Justru negara ini tampak
dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat
bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu
dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk
meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa
pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya. Keuntungan
berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak
PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa
tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan
lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh
pihak imigrasi. Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika
bisnis :
·
Teori
etika utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti
“bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan
adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan
saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia
dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak
digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara
Amerika.
·
Teori
Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan
kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia
dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana
pemikiran demokratis.
Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis
dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang
diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain.
Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas
terbaik di dunia.
3.
Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dimana, upah yang dibayar
kepada para pekerja dianggap tidak layak dan juga telah melanggar UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009
tentang Minerba. Karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan
mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Selain bertentangan
dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah
terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis,
G.F., et.al., 2006).
4.
Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini khususnya menteri
ESDM, melakukan renegosiasi ulang terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang
ada di Papua ,tetapi masyarakat papua khususnya dan Negara Indonesia tidak
menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di papua. Justru Amerika lah yang
mendapat untung dari kekayaan alam yang ada di papua. Atau kalau tidak dapat di
negosiasi ulang dan hak para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah
menasionalisasi PT FI supaya masyarakat papua khususnya dan Indonesia dapat
menikmati SDA yang ada di bumi Indonesia.
.
Nama : Eko
Prasetyo
Kelas : 4EA09
Npm : 12210317
Referensi :